Asal Muasal Kerusuhan Wamena
Ibu guru sedang mengajar di kelas XI IPS 2 (Ilmu Pendidikan Sosial), dengan menulis beberapa paragraf di papan tulis lalu salah satu siswa berinisial A.P disuruh membaca tulisannya. Siswa tersebut membacanya agak lambat atau putus-putus, kemudian ibu guru menegur siswa dengan kata “Kamu baca seperti monyet.”
Ucapan “Kamu Baca Seperti Monyet” didengar juga oleh seluruh siswa yang ada dalam kelas XI IPS 2. Mendengar ungkapan rasisme tersebut, secara spontan siswa melakukan protes kepada ibu guru, mengapa saya dikatakan baca seperti monyet. Protes ini disambut oleh siswa se-kelasnya.
Situasi semakin ramai, tidak bisa terkendali dan memanas untuk melanjutkan pelajaran, sehingga perkara dilimpahkan bagian kesiswaan di sekolah. Dengan tujuan untuk memediasi sekaligus klarifikasi secara tenang dan damai apa yang terjadi dalam Kelas XI IPS 2.
Masalah ini langsung ditangani bagian kesiswaan oleh Ibu Guru Debora Agapa, S.Pd. Saat dimediasi, pertama ditanyakan kepada Ibu Guru R.T.P yang diduga mengeluarkan kata-kata rasis, dan Ibu Guru menjelaskan saya tidak katakan kepada siswa, “kamu baca seperti Monyet”, tapi saya sampaikan” kamu baca tersendat-sendat”.
Untuk memastikan kebenaran, Ibu Debora menanyakan kepada para siswa dari kelas XI IPS 2, mereka serentak menjawab bahwa Ibu Guru sampaikan, “kamu baca seperti monyet” kami semua mendengarnya. Ibu Debora mendengar tapi tidak puas, sehingga Ibu Debora memanggil 2 siswa non Papua (dari Indonesia).
Dua siswa tadi masuk dalam ruangan khusus lalu Ibu Debora bertanya kepada mereka, apa yang kamu dengar kata-kata yang diucapkan Ibu Guru R.T.P, ke 2 siswa non Papua saling memandang dan ragu-ragu, lalu menunduk dengan sikap panik tidak menjawab. Sehingga Ibu Debora menganggap hal sepeleh dan perkara hanya di dalam sekolah saja, kemudian secara inisiatif melalukan permintaan maaf antara guru dan siswa sekalipun masalah tidak tuntas karena saling bertahan pendapat antar Ibu Guru R.T.P dan para siswa.
Selanjutkan aktivitas belajar mengajar tidak bisa dilanjutkan, karena dalam sekolah, seluruh siswa secara spontanitas mulai memobilisasi. Melihat situasi demikian, pihak sekolah mengambil kebijakan untuk memulangkan seluruh siswa sebelum jam pulang.
Pada 22 September 2019, sekitar pukul 02.00 Waktu West Papua, orang tak dikenal masuk di dalam lingkungan sekolah SMU PGRI Wamena, kemudian kaca-kaca ruangan telah dihancurkan. Sekolah SMU PGRI memiliki 17 ruangan, baik ruang kelas, ruang guru, ruang tata usaha dan ruang perpustakaan. Sebagian ruangan kaca-kaca retak dan dihancurkan. Pelaku belum diketahui.
Kejadian ini didengar oleh warga yang tinggal disamping Sekolah, jikalau sekitar pukul 02.00 Waktu West Papua terjadi kerusakan di SMU PGRI.
Pada hari Senin 23 September 2019, seluruh SMU di Wamena dilaksanakan ujian tengah semester (UTS). SMU PGRI ikut UTS, sehingga para guru sudah siapkan soal ujian datang ke sekolah sesuai jam sekolah untuk memberikan ujian kepada siswa, namun pagi hari, sebelum pukul 07.30 Waktu West Papua pagar sekolah dipalang oleh para siswa dan guru-guru dilarang masuk dan ditahan diluar pintu sekolah dengan tujuan untuk tuntaskan atau selesaikan masalah rasisme yang diucapkan oleh Ibu Guru R.T.P kepada siswa A.P, karena menurut mereka penyelesaian pada hari sabtu belum diselesaikan dengan baik.
Para siswa menuntut Ibu Guru yang telah mengeluarkan kata-kata rasis harus dikeluarkan dari sekolah dan diproses hukum.
Menanggapi tuntutan siswa, pihak sekolah mengatakan, kami tidak punya kewenangan, yang berwenang adalah pihak kepolisian. Pada saat mediasi dengan siswa sedang berlangsung, situasi semakin ramai dan tegang, karena ada dari siswa sekolah lain secara spontanitas mulai mobilisasi.
Maka pihak sekolah minta bantuan ke pihak kepolisian Polres Jayawijaya. Pihak kepolisian datang di SMU PGRI, untuk memediasi guru dan siswa, namun tidak bisa karena situasi tambah tegang. Melihat situasi yang semakin tegang, pihak kepolisian mengarahkan para siswa ramai-ramai jalan kaki ke Polres untuk selesaikan masalah dengan Ibu Guru Honorer baru tersebut.
Siswa dari SMU PGRI Wamena sampai dijalan Bayangkara untuk menuju ke Kantor Polres, para siswa dari sekolah lain secara spontan mulai mobilisasi. Pihak aparat mulai panik, namun tetap dalam pengawalan. Siswa SMU PGRI yang ikut jalan Bayangkara, tepat di perempatan Jalan Bayangkara dan Jalan Sudirman, situasi tidak bisa terkontrol. Banyak siswa mulai sulit terkendalikan.
Untuk meredam situasi tersebut, pihak aparat keamanan mengeluarkan tembakan dengan tujuan semua bisa tenang. Namun yang terjadi sebaliknya, para siswa semakin gencar dan tambah semangat. Para siswa dengan spontan mengucapkan bahwa bunyi tersebut bukan bunyi senjata tapi itu bunyi petasan.
Tembakan peringatan ini dikeluarkan sekitar pukul 08.00 Waktu West Papua.
Sekitar pukul 09.00 Waktu West Papua, secara spontan para siswa terkonsolidasi di seluruh SMU di Wamena. Hampir semua sekolah SMU, SMP dan Perguruan tinggi terkonsolidasi.
Pada saat yang bersamaan, terdengar tembakan sudah dimana-mana, namun para siswa lebih agresif maju dan mulai berhamburan kuasai mata Jalan dibeberapa titik di Wamena Kota.
Bunyi tembakan oleh aparat keamanan dan aksi para Siswa ini mengakibatkan orang Asli Papua mapun non Papua mulai panik. Bahkan rentetan bunyi tembakan oleh anggota TNI/POLRI didengar di beberapa lokasih mulai dari SMU Negeri, Depan Kantor Bupati, Depan Kampus II Uniyap (Universitas Yapis) Wamena dan Pasar Potikelek. Para siswa sebagian, diarahkan oleh Bupati Jayawijaya supaya ke halaman kantor Bupati untuk menyampaikan aspirasinya.
Dan sebagian palang jalan di jalan hom-hom tepat di depan Kampus II Uniyap. Karena disana sudah ada korban penembakan oleh anggota BRIMOB terhadap abang becak. Mayatnya Abang Becak diletakan di jalan raya hom-hom, tepatnya jalan masuk kampus II Uniyap.
Melihat adanya korban dipihak masyarakat Papua (Abang Becak), massa bukan lagi siswa, tapi mahasiswa dan masyarakat. Mereka mulai bakar kendaraan, rumah, kios/ruko dan bahkan lakukan perlawanan dan berjatuhan korban pembunuhan. Dari hom-hom ke pertigaan pasar Jibama, yang lain lewat jalan Papua tembus jalan Wenas sampai dikantor kampung (Desa) Kama.
Para siswa yang sudah kumpul dikantor Bupati Jayawijaya, semuanya tertib dan duduk di halaman, sampaikan aspirasi mereka tentang rasisme. Pada kesempatan tersebut, para siswa menuntut kepada Bupati supaya segera Ibu Guru R.T.P di Hukum.
Setelah mendengar tuntutan siswa sekitar pukul 11.00 Waktu West Papua, Bupati John R. Banua arahkan siswa diantar pulang melalui jalan ke arah Wouma semua, karena mata jalan masuk dan keluar arah kantor bupati sudah tutup (blokade) oleh aparat TNI/Polri dan massa.
Dalam kepanikan sebagian siswa sudah sampai di depan Gereja Katolik Kristus Jaya Wamena, yang lain masih di Kantor Bupati. Di depan Gereja Katolik, aparat Brimob tahan siswa kemudian mereka disuruh tiarap, dengan melakukan tembakan peringatan.
Di kantor Bupati, Bupati, Wakil Bupati dan Dandim sementara berdiri dihalaman kantor Bupati, asap besar mulai mengepul di bagian belakang kantor Keuangan, dan dalam hitungan menit seluruh bangunan kampleks kantor Bupati semua terbakar.
Melihat siswa SMU yang sementara tiarap oleh aparat tadi, massa dari arah Wouma marah dan secara spontan mereka mulai bakar kios di sebelah Jembatam Wouma sampai masuk di Pasar rata dengan tanah. Pada sore hingga malam terjadi pembakaran dan penyerangan di daerah pasar baru ke arah Pikhe sekitarnya.
Korban pun berjatuhan oleh timah panas apara keamanan TNI/Polri dan oleh warga dengan senjata pisau/parang. Seluruh situasi tidak bisa di kendalikan sampai korban mulai berjatuhan dibeberapa lokasih.
Sumber Investigasi ULMWP
Komentar
Posting Komentar