Postingan

Menampilkan postingan dari Februari, 2020

Selamat Natal Kawan Ku.

Gambar
Ku sampaikan selamat natal dan tahun baru Kau yang berada terali besi Kau yang diinjak dengan sepatu laras oleh muka bertopeng Jiwa ku ini tak sudih lagi menerima Semua kenyataan ini Namun, apalah daya ku Wahai, Tuhan ku Nyalakanlah api perjuangan, Dan terangilah cahaya waja mu Agar merekan pun sambut sang Putra-Mu Dari terali besi kolonial, Wahai, Tuhan Pandanglah Negeri ini, Negeri yang penuh dengan membalikan fakta, Hinggah yang salah dibenarkan Bahkan yang benar disalahkan Dengan kekuatan runcingan senjata Tuhan jadikan seturut kehendak-Mu Deiyai, 19 Desember 2019 Karya Berthus Pigome

Negara Rasis!

Gambar
Negara sudah rasis ketika menempatkan diplomat Rayyanul Sangaji sebagai tameng di gedung PBB. Rayyanul yang bukan orang Papua ini dipilih hanya karena warna kulit gelap yang menyerupai orang Papua. Ini yang disebut fetisisme rasial. Negara gunakan warna kulitnya sebagai komoditi politik dalam menghalau isu West Papua. Prasangka rasial berlaku juga pada 61 orang Papua dibawa ke Istana Presiden. Atau pada Orang Papua (yang tidak tahu menahu) disuruh ikut dalam deklarasi damai. Karena mereka dipakai sebagai objek pencitraan. Mereka diplih bukan karena aktor representasi dari masalah, tetapi karena orang Papua.  Ada juga segregasi dan kekerasan rasial ketika negara gunakan orang non Papua melalui ormas Barisan Nusantara untuk serang orang Papua. Atau ketika Kapolri umumkan korban di Wamena bersadarkan golongan rasial. Atau ketika Jokowi berbela sungkawa dan perintah investigasi kepada 2 orang Mahasiswa Indonesia yang terbunuh, sementara Mahasiswa apalagi ratusan rakyat Nduga...

Rakyatku, Mari Kutuk!

Gambar
Para oportunis, penikmat jabatan dan uang kolonial itu mulai muncul dengan "Otsus Plus" disaat rakyat Papua dirudung duka nestapa, diatas darah dan tulang belulang yang sedang berserakah di bawah penguasa kolonial. Catat nama mereka baik-baik. Sampaikan kepada seluruh rakyat Papua, mereka adalah aktor utama yang akan memperpanjang penindasan bangsa Papua. Para pengemis ini sesungguhnya tidak lebih baik dari binatang, karena binatang pun tidak akan jatuh masuk ke lubang yang sama. Sudah kita katakan bahwa kita tidak akan memberi ruang bagi mereka untuk memanfaatkan penderitaan rakyat Papua sebagai komoditas politik mereka dengan penguasa kolonial di Jakarta. Karena itu, mari rapatkan barisan tolak Otsus Plus bentukan para pengemis Jakarta.  Sampaikan kepada semua lapisan rakyat Papua agar mengawal aspirasi politik rakyat West Papua, yakni referendum sebagai solusi damai, demokratis dan final. Itu tugas Indonesia dan PBB untuk memenuhi hak penentuan nasib sendiri...

Rakyat pejuang!

Gambar
Oleh Victor Yeimo, Teruskan perlawanan tanpa batas suku, ras, agama, dan kelas sosial! Karena itu satu-satunya jalan. Ingatlah! Walau penindasan hadir dengan sentimen sara, kita tidak berjuang karena sentimen ras dan agama. Itu bukanlah landasan perlawanan kita. Kita berjuang karena kemanusiaan kita ditindas oleh manusia lain yang merasa lebih superior dari kita. Kita berjuang karena hak atas tanah air kita hilang dirampas dan dikuasai bangsa lain. Kita berjuang karena kehendak bernegara sendiri secara politik telah dirampas oleh nafsu ekspansionis dan kolonisasi bangsa-negara lain. Planet ini milik kita bersama. Kita pun berhak hidup dan menghidupi negeri ini dengan imajinasi kebangsaan kita sendiri. Kita berhak dan berkuasa menyimpulkan diri kita dan menentukan nasib masa depan kita sendiri tanpa kuasa negara penjajah.  Karenanya, untuk kesekian kali saya katakan, jangan pernah menggantungkan nasib masa depan kita dalam kekuasaan kolonial. Jangan pula mencari secui...

Asal Muasal Kerusuhan Wamena

Gambar
Pada hari Sabtu, tanggal 21 September 2019, jam kedua mata pelajaran sekitar pukul 10.00 Waktu West Papua di Kelas XI IPS 2, SMU PGRI, sedang berlangsung kegiatan belajar mengajar terhadap 31 siswa dengan mata pelajaran ekonomi yang diajar oleh seorang Ibu Guru R.T.P.  Ibu guru sedang mengajar di kelas XI IPS 2 (Ilmu Pendidikan Sosial), dengan menulis beberapa paragraf di papan tulis lalu salah satu siswa berinisial  A.P disuruh membaca tulisannya. Siswa tersebut membacanya agak lambat atau putus-putus, kemudian ibu guru menegur siswa dengan kata “Kamu baca seperti monyet.”  Ucapan “Kamu Baca Seperti Monyet” didengar juga oleh seluruh siswa yang ada dalam kelas XI IPS 2. Mendengar ungkapan rasisme tersebut, secara spontan siswa melakukan protes kepada ibu guru, mengapa saya dikatakan baca seperti monyet.  Protes ini disambut oleh siswa se-kelasnya.  Situasi semakin ramai, tidak bisa terkendali dan memanas untuk melanjutkan pelajaran, sehingga ...

Pemuda Deiyai minta Pemerintah Deiyai segera Bebaskan Sembilan Tahanan aksi Antirasis Deiyai

Gambar
Deiyai, Salah satu Aktivis HAM Deiyai, Berthus Pigome tegaskan kepada Pemerintah kebupaten Deiyai segera bebaskan sembilan tahanan aksi antirasisme di Deiyai, pada 28 Agustus 2019 lalu. “Atas nama, kami aktivis pemuda Deiyai sebagai korban rasisme mengharapkan kepada pemerintah kebupaten Deiyai tanggung jawab dan bebaskan mereka dari tahanan Kejaksaan Negeri Nabire maupun di Polres Jayapura di Doyo Sentani,” ungkap Berthus Pigome kepada media pada 24/11/19. “Kami aktivis pemuda Deiyai tidak terima atas pemindahan para tahanan hinggah berbeda lokasi dan kenakan pasal yang beda,” lanjutnya. Ia menyayangkan kinerja Kapolres Paniai dan pemerintah Kabupaten Deiyai yang tak bisa menangani para tahanan aktivis antirasisme yang terjadi di wilayah kekuasaan kedua lembaga tersebut. Menurutnya, padahal wilayah kerja cukup jauh dari wilayah kerja Polres Paniai ke Jayapura dan Nabire ini, seakan tak ada pemerintahan di Deiyai. “Maka itu, kami minta pemerintah Deiyai segera bebask...